<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d33468724\x26blogName\x3dSarana+Mendunia\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://dmruli.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://dmruli.blogspot.com/\x26vt\x3d-2935435255231741796', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Name:Dharma Maruli T
Home: Jakarta, Indonesia



Aksara Bermakna

Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa "membaca" adalah syarat utama guna membangun sebuah peradaban. Semakin bagus sesuatu yang dibaca, maka semakin tinggi peradaban, demikian pula sebaliknya. Tidak mustahil pada suatu ketika "manusia" akan didefinisikan sebagai "makhluk membaca", suatu definisi yang tidak kurang nilai kebenarannya dari definisi lainnya semacam "makhluk sosial" atau "makhluk berpikir".



Add to Technorati Favorites

Add to My Yahoo!
blog-indonesia.com

Salam Pembuka

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Selamat datang di personal website ku. Website ini saya buat sebagai bentuk aktualisasi diri. Content yang disajikan umumnya berupa aktualisasi diri yang sifatnya umum maupun artikel yang specific seperti "Hukum", "Keluarga" dan "Dunia Islam"yang disarikan dari berbagai sumber. Harapannya semoga informasi yang tersaji, dapat dijadikan sebagai bahan renungan sehingga dapat memberi pencerahan serta dapat memperluas cakrawala berpikir.
Apabila anda berkeinginan untuk menyampaikan pesan dan kesan, silahkan klik "post a comment" disetiap akhir posting tulisanku.

Semoga karya ini bermanfaat.

www.flickr.com

Tuesday, April 15, 2008

Perkenalan dengan Mahasiswa Jepang

Sebulan yang lalu, aku sempat berkenalan dengan mahasiswa asal Jepang. Ihwal perkenalanku bermula atas ajakan seorang sahabat yang kebetulan sesama rekan blogger. Ketika itu ia memintaku agar menemaninya berkunjung ke tempat kost sang mahasiswa Jepang. Lantaran kala itu waktuku senggang, tidak ada salahnya ajakan itu langsung aku sambut.

Janji untuk bertemu dengan sang mahasiswa, sebelumnya tidak pernah direncanakan terlebih dahulu. Rencana itu dijadwalkan mendadak. Saat itu kebetulan kami memang sedang berada di kawasan Salemba untuk suatu keperluan. Tanpa berpikir panjang, rencana itu langsung kami realisasikan. Kami langung tancap gas melesat ke lokasi yang dituju. Tak berapa lama berselang, kami telah tiba ditempat tujuan. Seingatku, kalau tidak salah lokasinya terletak di daerah Paseban.

Tempat kost sang mahasiswa tergolong cukup mewah. Sangat kontras dengan bangunan yang berjajar disamping kanan kirinya. Dari luar, bangunan itu nampak begitu apik penataannya. Bangunan yang terdiri dari 3 lantai itu terlihat begitu mencolok ditengah lingkungan yang agak semrawut. Sangat jelas sekali perbedaannya dengan barisan gubuk reyot yang memadati sebagian jalan itu. Apabila coba kita bandingkan dengan tempat kost mahasiswa kebanyakan, memang sangat tidak sepadan. Umumnya mahasiswa yang ekonominya serba pas-pasan menempati kamar kost yang sangat minim fasilitas. Bahkan terkadang kondisinya begitu memprihatinkan. Kadang hati ini, begitu gundah menyaksikan teman-temanku yang tinggal ditempat yang minim seperti itu. Ingin rasanya membantu mereka, namun apa daya kemampuanku tidak dapat menjangkau terlampau jauh.

Setiap tamu yang berkunjung ketempat kost itu, diharuskan melapor ke penjaga yang ditempatkan diruang depan. Penjaga yang ditempatkan di sana berfungsi juga sebagai Satpam. Setelah di ijinkan olehnya, barulah kami dipersilahkan memasuki ruangan. Ketika kami memasuki ruangan, suasananya sepintas mirip kantor. Penata letakan elemen yang ada begitu rapih tersusun, sehingga nampak sedap dipandang mata.

Perkenalan kami berlangsung di ruang sang Mahasiswa, letaknya di lantai 3. Lumayan pegal kakiku ketika menyusuri tangga hingga sampai di lantai 3. Sesampainya, Ia memperkenalkan diri dengan menyebut namanya Motaki. Terdengar lucu juga sih, nama itu pikirku. Entah apa arti dari nama yang disandangnya, aku tidak begitu memperdulikannya.

Dari tingkat usia, Motaki tergolong masih cukup muda. Ia kelahiran tahun 1979. Namun di usianya yang masih belia prestasi akademiknya patut diacungi jempol. Ia adalah seorang kandidat doctor dalam bidang ilmu sejarah. Sepintas, aku tak menyangka bahwa orang yang sangat sederhana dalam penampilan serta masih muda, sudah mempunyai tingkat keilmuan yang cukup mumpuni. Aku cukup kagum juga dengan kepandaiannya, apalagi ia menguasai berbagai macam bahasa internasional.

Motaki berada di Indonesia dalam rangka penelitian untuk penulisan disertasi S-3 nya yang berkaitan dengan studi ke Islaman di Indonesia. Kajian yang dibahas dalam penelitiannya menyangkut Islam Hadhralmaut. Agak sedikit asing memang kata itu ditelingaku. Mungkin karena pemahaman ke Islamanku yang masih dangkal, sehingga kata itu kurang begitu familiar.

Di Jepang, Motaki kuliah disalah satu universitas swasta yang cukup terkemuka, yaitu Keiyo University. Program studi yang ditempuh adalah bidang sejarah, khususnya sejarah Asia. Ketertarikannya dalam bidang sejarah asia khususnya Islam dilatari oleh masih sedikitnya penelitian yang dilakukan oleh orang Jepang. Sehingga peluang itu masih sangat terbuka luas untuk pengkajiannya. Di pilihnya Indonesia sebagai obyek penelitiannya, karena penduduk negeri ini adalah penganut Islam terbesar di dunia. Disamping itu, barangkali banyak hal menarik lainnya yang dapat dijadikan objek penelitian yang berkaitan dengan pengumpulan bahan penulisan disertasinya.

Selama di Indonesia motaki nampaknya tidak terlalu mendapat kesulitan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Meski dalam perbincangan kami terlihat Motaki masih terbata-bata dalam pengucapannya. Namun wajar saja, karena belum begitu terbiasa. Selain bahasa Jepang dan Indonesia, Ia juga menguasai bahasa Inggris, dan Arab. Penguasaan bahasa Arab mutlak diperlukan, lantaran sebagian besar literatur penelitiannya berbahasa Arab. Dari perbincangan kami, ia juga sempat mengatakan dapat berbahasa urdu, meski tidak sefasih bahasa Arab.

Di Jepang, bidang keilmuwan yang diminati oleh Motaki tergolong jarang peminatnya. Umumnya mahasiswa Jepang lebih menyukai bidang sains dan teknologi. Memang sih jika dipikir Jepang adalah salah satu negera industri terbesar di Asia. Jadi lumrah saja apabila sebagian besar mahasiswanya lebih interest pada bidang yang satu ini.

Dalam program doctor yang tengah dirampungkan, seluruh biaya kuliah dan bermukim di Indonesia sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah Jepang. Motaki adalah penerima beasiswa yang disediakan oleh pemerintahan Jepang. Kami tahu, untuk mendapatkan beasiswa pemerintah Jepang tidaklah mudah. Ia harus bersaing dengan ribuan mahasiswa lain yang banyak berminat. Kriteria penilaian yang ditetapkan tidak kalah ketat tuturnya. Hanya mahasiswa yang berprestasi tinggi yang dapat diberikan beasiswa pemerintah.

Singkat cerita, dari perkenalan nan singkat itu, ada kesan yang melekat. Bahwa masyarakat Jepang sudah terbiasa dengan tradisi kerja keras. Sejak dini semangat kerja keras telah ditanamkan pada masyarakat Jepang. Seakan-akan masyarakat Jepang identik dengan pekerja keras. Demikian pula apabila kita saksikan di layar TV serial film “Oshin” di era tahun 1980-90 an, kira-kira seperti itulah gambaran masyarakat Jepang, yang penuh dengan semangat kerja keras agar bisa survive.

Motaki adalah seorang ilmuwan muda yang aku kenal. Semangat kerja kerasnya dalam menekuni ilmu yang digelutinya patut ditiru. Mudah-mudahan jejaknya dapat ku ikuti, paling tidak oleh keturunanku.

baca lanjutannya...>>

Monday, April 07, 2008

Ditengah Upaya Pemberantasan Korupsi


Rasanya kita sepakat untuk tidak kompromi terhadap korupsi. Siapapun yang terbukti melakukan tindakan korupsi siap menerima hukumannya. Kita tidak bisa membiarkan praktik korupsi terus berlangsung di negeri ini. Tindakan tercela itu terbukti bukan hanya merusak ekonomi, tetapi juga merusak niali-nilai kejujuran yang ada pada bangsa ini.

Ditengah upaya menggebu dalam pemberantasan praktik korupsi , tentunya kita tidak bisa biarkan praktik korupsi baru terjadi. Apalagi sampai terjadi praktik korupsi di tengah upaya kita memberantas korupsi.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa berperkara di Pengadilan akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Mulai dari biaya pendaftaran perkara hingga biaya siluman yang tidak jelas peruntukannya. Untuk sekadar meminta sebuah putusan dari perkara yang telah selesai pun seringkali dimintai biaya tambahan. Padahal biaya itu sudah tercakup dalam ongkos perkara ketika mendaftar. Oknum pengadilan seolah tidak perduli apakah perkara yang sedang ditangani itu kalah atau menang. Yang jelas untuk mendapat salinan putusan diperlukan biaya. Sudah tentu, biaya semacam itu adalah pungutan tidak resmi atau di istilahkan sebagai uang pelicin. Uang itu tidak masuk kas pengadilan, melainkan langsung masuk kantung oknum.

Beberapa waktu lalu saya sempat dikecewakan oleh seorang Panitera sebuah pengadilan di Jakarta. Sang panitera menjanjikan bahwa salinan putusan dapat segera diterima dalam beberapa minggu. Namun setelah kami tagih janjinya ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Dengan dalih macam-macam yang dilontarkan oleh panitera, akhirnya putusan baru bisa kami dapatkan setelah hampir dua bulan. Tidak hanya itu, sang panitera juga meminta sebuah bingkisan macam-macam. Padahal perkara yang ditangani oleh sang Panitera tidak sedikit jumlahnya. Bayangkan, apabila ada 5 perkara yang ditanganinya dalam satu bulan, berapa pemasukan yang di peroleh oleh sang panitera yang apabila setiap pihak berperkara memberikan paling sedikit Rp. 500 ribu untuk sebuah putusan. Belum lagi apabila ada urusan yang kecil-kecil, kerap juga dimintai biaya yang tidak jelas.

Sebagai seorang professional yang berkecimpung dibidang hukum, kondisi demikian tentunya menggiriskan hati. Sampai kapan praktik mafia peradilan dapat di hapus tuntas? Jawaban dari semua itu, berpulang kepada moralitas setiap individu masing-masing. Selama korupsi masih berurat akar di negeri ini, selama itu pula ketidak percayaan terhadap lembaga peradilan akan tetap terstigmatisasi dibenak masyarakat.

baca lanjutannya...>>