<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d33468724\x26blogName\x3dSarana+Mendunia\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://dmruli.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://dmruli.blogspot.com/\x26vt\x3d-2935435255231741796', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Name:Dharma Maruli T
Home: Jakarta, Indonesia



Aksara Bermakna

Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa "membaca" adalah syarat utama guna membangun sebuah peradaban. Semakin bagus sesuatu yang dibaca, maka semakin tinggi peradaban, demikian pula sebaliknya. Tidak mustahil pada suatu ketika "manusia" akan didefinisikan sebagai "makhluk membaca", suatu definisi yang tidak kurang nilai kebenarannya dari definisi lainnya semacam "makhluk sosial" atau "makhluk berpikir".



Add to Technorati Favorites

Add to My Yahoo!
blog-indonesia.com

Salam Pembuka

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Selamat datang di personal website ku. Website ini saya buat sebagai bentuk aktualisasi diri. Content yang disajikan umumnya berupa aktualisasi diri yang sifatnya umum maupun artikel yang specific seperti "Hukum", "Keluarga" dan "Dunia Islam"yang disarikan dari berbagai sumber. Harapannya semoga informasi yang tersaji, dapat dijadikan sebagai bahan renungan sehingga dapat memberi pencerahan serta dapat memperluas cakrawala berpikir.
Apabila anda berkeinginan untuk menyampaikan pesan dan kesan, silahkan klik "post a comment" disetiap akhir posting tulisanku.

Semoga karya ini bermanfaat.

www.flickr.com

Monday, April 07, 2008

Ditengah Upaya Pemberantasan Korupsi


Rasanya kita sepakat untuk tidak kompromi terhadap korupsi. Siapapun yang terbukti melakukan tindakan korupsi siap menerima hukumannya. Kita tidak bisa membiarkan praktik korupsi terus berlangsung di negeri ini. Tindakan tercela itu terbukti bukan hanya merusak ekonomi, tetapi juga merusak niali-nilai kejujuran yang ada pada bangsa ini.

Ditengah upaya menggebu dalam pemberantasan praktik korupsi , tentunya kita tidak bisa biarkan praktik korupsi baru terjadi. Apalagi sampai terjadi praktik korupsi di tengah upaya kita memberantas korupsi.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa berperkara di Pengadilan akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Mulai dari biaya pendaftaran perkara hingga biaya siluman yang tidak jelas peruntukannya. Untuk sekadar meminta sebuah putusan dari perkara yang telah selesai pun seringkali dimintai biaya tambahan. Padahal biaya itu sudah tercakup dalam ongkos perkara ketika mendaftar. Oknum pengadilan seolah tidak perduli apakah perkara yang sedang ditangani itu kalah atau menang. Yang jelas untuk mendapat salinan putusan diperlukan biaya. Sudah tentu, biaya semacam itu adalah pungutan tidak resmi atau di istilahkan sebagai uang pelicin. Uang itu tidak masuk kas pengadilan, melainkan langsung masuk kantung oknum.

Beberapa waktu lalu saya sempat dikecewakan oleh seorang Panitera sebuah pengadilan di Jakarta. Sang panitera menjanjikan bahwa salinan putusan dapat segera diterima dalam beberapa minggu. Namun setelah kami tagih janjinya ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Dengan dalih macam-macam yang dilontarkan oleh panitera, akhirnya putusan baru bisa kami dapatkan setelah hampir dua bulan. Tidak hanya itu, sang panitera juga meminta sebuah bingkisan macam-macam. Padahal perkara yang ditangani oleh sang Panitera tidak sedikit jumlahnya. Bayangkan, apabila ada 5 perkara yang ditanganinya dalam satu bulan, berapa pemasukan yang di peroleh oleh sang panitera yang apabila setiap pihak berperkara memberikan paling sedikit Rp. 500 ribu untuk sebuah putusan. Belum lagi apabila ada urusan yang kecil-kecil, kerap juga dimintai biaya yang tidak jelas.

Sebagai seorang professional yang berkecimpung dibidang hukum, kondisi demikian tentunya menggiriskan hati. Sampai kapan praktik mafia peradilan dapat di hapus tuntas? Jawaban dari semua itu, berpulang kepada moralitas setiap individu masing-masing. Selama korupsi masih berurat akar di negeri ini, selama itu pula ketidak percayaan terhadap lembaga peradilan akan tetap terstigmatisasi dibenak masyarakat.

4 Comments:

Blogger ayu mengatakan...

emang bukan rahasia lg pak yg beginian. mknya kalo ga bnr2 urgent kebanyakan org males berurusan dgn pengadilan ato aparat.
yg kehilangan kambing bisa keluar biaya lbh dr harga kambing, emang kacau negri selama hati nurani para pejabatnya ga ada.

12:45 PM, April 07, 2008  
Anonymous Anonymous mengatakan...

Sebagai seorang yang menggeluti bidang hukum, apa tindakan atau idea dari anda untuk mengatasi permasalahan seperti ini. Permasalahan mafia peradilan sudah cukup serius, jangankan kasus besar, kasus kecil seperti di PA juga sudah terjadi mafia seperti itu. Ayo anda punya idea atau pemikiran apa yang dapat disumbangkan untuk kemajuan hukum di Indonesia..?

10:08 AM, April 08, 2008  
Blogger Kristina Dian Safitry mengatakan...

tindakan panitera itu kan salah. kenapa gak dilaporin pada yg berwenang aja sekalian. karena, sepengetahuanku, masih banyak panitera2 yang "jujur" kok. maklum aku sering "bincang" dgn orang2 dari hukum termasuk komponen2annya.

memang, tak bisa dipungkuri, dampak dari adanya yang "jahil" ini tadi, maka semua gena getahnya. dianggap sama rata oleh masyarakat yang mau tidak mau, fungsi dari peradilan itu seolah tak berguna sama sekali.

8:15 AM, April 09, 2008  
Anonymous Anonymous mengatakan...

Aku setuju dengan mba kristina, kalau memang persoalan hukum tapi ada penyimpangan hukum memang sebaiknya dilawan juga dengan tindakan hukum. Kalau kita tidak tahu kemana harus melapor mungkin kita bisa coba dengan cara memuat di surat kabar seperti kontak pembaca atau sebagainya.

Ini akan menimbulkan efek jera buat si pelaku tapi tentunya dengan bukti yang akurat atas perbuatannya karena jangan sampai jadi boomerang buat kita karena pencemaran nama baik.

Gitu aja kali ya..

8:31 AM, April 10, 2008  

Post a Comment

<< Kembali ke halaman depan