Ditengah Upaya Pemberantasan Korupsi
Rasanya kita sepakat untuk tidak kompromi terhadap korupsi. Siapapun yang terbukti melakukan tindakan korupsi siap menerima hukumannya. Kita tidak bisa membiarkan praktik korupsi terus berlangsung di negeri ini. Tindakan tercela itu terbukti bukan hanya merusak ekonomi, tetapi juga merusak niali-nilai kejujuran yang ada pada bangsa ini.
Ditengah upaya menggebu dalam pemberantasan praktik korupsi , tentunya kita tidak bisa biarkan praktik korupsi baru terjadi. Apalagi sampai terjadi praktik korupsi di tengah upaya kita memberantas korupsi.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa berperkara di Pengadilan akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Mulai dari biaya pendaftaran perkara hingga biaya siluman yang tidak jelas peruntukannya. Untuk sekadar meminta sebuah putusan dari perkara yang telah selesai pun seringkali dimintai biaya tambahan. Padahal biaya itu sudah tercakup dalam ongkos perkara ketika mendaftar. Oknum pengadilan seolah tidak perduli apakah perkara yang sedang ditangani itu kalah atau menang. Yang jelas untuk mendapat salinan putusan diperlukan biaya. Sudah tentu, biaya semacam itu adalah pungutan tidak resmi atau di istilahkan sebagai uang pelicin. Uang itu tidak masuk kas pengadilan, melainkan langsung masuk kantung oknum.
Beberapa waktu lalu saya sempat dikecewakan oleh seorang Panitera sebuah pengadilan di Jakarta. Sang panitera menjanjikan bahwa salinan putusan dapat segera diterima dalam beberapa minggu. Namun setelah kami tagih janjinya ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Dengan dalih macam-macam yang dilontarkan oleh panitera, akhirnya putusan baru bisa kami dapatkan setelah hampir dua bulan. Tidak hanya itu, sang panitera juga meminta sebuah bingkisan macam-macam. Padahal perkara yang ditangani oleh sang Panitera tidak sedikit jumlahnya. Bayangkan, apabila ada 5 perkara yang ditanganinya dalam satu bulan, berapa pemasukan yang di peroleh oleh sang panitera yang apabila setiap pihak berperkara memberikan paling sedikit Rp. 500 ribu untuk sebuah putusan. Belum lagi apabila ada urusan yang kecil-kecil, kerap juga dimintai biaya yang tidak jelas.
Sebagai seorang professional yang berkecimpung dibidang hukum, kondisi demikian tentunya menggiriskan hati. Sampai kapan praktik mafia peradilan dapat di hapus tuntas? Jawaban dari semua itu, berpulang kepada moralitas setiap individu masing-masing. Selama korupsi masih berurat akar di negeri ini, selama itu pula ketidak percayaan terhadap lembaga peradilan akan tetap terstigmatisasi dibenak masyarakat.
4 Comments:
emang bukan rahasia lg pak yg beginian. mknya kalo ga bnr2 urgent kebanyakan org males berurusan dgn pengadilan ato aparat.
yg kehilangan kambing bisa keluar biaya lbh dr harga kambing, emang kacau negri selama hati nurani para pejabatnya ga ada.
Sebagai seorang yang menggeluti bidang hukum, apa tindakan atau idea dari anda untuk mengatasi permasalahan seperti ini. Permasalahan mafia peradilan sudah cukup serius, jangankan kasus besar, kasus kecil seperti di PA juga sudah terjadi mafia seperti itu. Ayo anda punya idea atau pemikiran apa yang dapat disumbangkan untuk kemajuan hukum di Indonesia..?
tindakan panitera itu kan salah. kenapa gak dilaporin pada yg berwenang aja sekalian. karena, sepengetahuanku, masih banyak panitera2 yang "jujur" kok. maklum aku sering "bincang" dgn orang2 dari hukum termasuk komponen2annya.
memang, tak bisa dipungkuri, dampak dari adanya yang "jahil" ini tadi, maka semua gena getahnya. dianggap sama rata oleh masyarakat yang mau tidak mau, fungsi dari peradilan itu seolah tak berguna sama sekali.
Aku setuju dengan mba kristina, kalau memang persoalan hukum tapi ada penyimpangan hukum memang sebaiknya dilawan juga dengan tindakan hukum. Kalau kita tidak tahu kemana harus melapor mungkin kita bisa coba dengan cara memuat di surat kabar seperti kontak pembaca atau sebagainya.
Ini akan menimbulkan efek jera buat si pelaku tapi tentunya dengan bukti yang akurat atas perbuatannya karena jangan sampai jadi boomerang buat kita karena pencemaran nama baik.
Gitu aja kali ya..
Post a Comment
<< Kembali ke halaman depan