<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d33468724\x26blogName\x3dSarana+Mendunia\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://dmruli.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://dmruli.blogspot.com/\x26vt\x3d-2935435255231741796', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Name:Dharma Maruli T
Home: Jakarta, Indonesia



Aksara Bermakna

Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa "membaca" adalah syarat utama guna membangun sebuah peradaban. Semakin bagus sesuatu yang dibaca, maka semakin tinggi peradaban, demikian pula sebaliknya. Tidak mustahil pada suatu ketika "manusia" akan didefinisikan sebagai "makhluk membaca", suatu definisi yang tidak kurang nilai kebenarannya dari definisi lainnya semacam "makhluk sosial" atau "makhluk berpikir".



Add to Technorati Favorites

Add to My Yahoo!
blog-indonesia.com

Salam Pembuka

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Selamat datang di personal website ku. Website ini saya buat sebagai bentuk aktualisasi diri. Content yang disajikan umumnya berupa aktualisasi diri yang sifatnya umum maupun artikel yang specific seperti "Hukum", "Keluarga" dan "Dunia Islam"yang disarikan dari berbagai sumber. Harapannya semoga informasi yang tersaji, dapat dijadikan sebagai bahan renungan sehingga dapat memberi pencerahan serta dapat memperluas cakrawala berpikir.
Apabila anda berkeinginan untuk menyampaikan pesan dan kesan, silahkan klik "post a comment" disetiap akhir posting tulisanku.

Semoga karya ini bermanfaat.

www.flickr.com

Monday, December 31, 2007

Muhibah ke Semarang


Hampir sekitar 9 tahun lebih saya tidak pernah berkunjung ke Semarang. Terakhir kali kesana, seingat saya ketika masih kuliah di semester akhir fakultas hukum Trisakti. Perjalanan ke Semarang kala itu untuk mengunjungi tante yang kebetulan bermukim di sana sekalian mengisi liburan. Namun setelah tante saya pindah ke Jakarta karena tugas suaminya telah selesai, sejak saat itu saya tidak pernah lagi berkunjung kesana. Di samping tentunya kesibukan yang banyak menyita waktu. Pingin juga sih… jalan-jalan lagi kesana. Namun apa daya, kesempatan itu belum ada. Baru kali ini lagi keinginan itu kesampaian. Kebetulan bersamaan dengan datangnya liburan panjang, sehingga saya dapat bernostalgia bersama keluarga menikmati indahnya kota lumpia itu.

Rencana kunjungan kami ke Semarang sebetulnya dalam rangka memenuhi undangan pernikahan sepupu saya. Sepupu yang akan mengakhiri masa lajangnya adalah Rizky Kurniawan. Kiki, demikian panggilan akrabnya adalah anak kedua tante saya yang dulu pernah tinggal di Semarang. Kiki anak kedua tante saya itu, awalnya menetap di Semarang dalam rangka melanjutkan studi S-2 nya di UNDIP. Ia mengambil jurusan akuntansi. Namun saat ini studinya telah selesai. Saat ini pula Kiki telah bekerja di BRI cabang Tegal. Kami pikir, lumayan juga sih..jarak Tegal ke Semarang."Tetapi demi cinta, jarak bukanlah hambatan” demikian penuturan kiki pada kami. Begitu pula dengan Puji (tunangan kiki) ia telah lulus dari Fak. Kedokteran. Saat ini ia juga tengah menjalani praktik dokter di sebuah rumah sakit di kota itu.

Kedua orang tua Puji memang asli keturunan Semarang serta berdomisili di sana. Begitu pula dengan sanak keluarga Puji sebagian besar bermukim di Semarang. Atas kedua hal itulah maka pesta pernikahan mereka di laksanakan dilangsungkan di sana. Sesuai yang tertera di undangan, perhelatan tersebut diselenggarakan pada tanggal 22 Desember 2007.

Perjalanan menuju Semarang

Keberangkatan kami sekeluarga ke Semarang menggunakan bus Hiba Utama. Sengaja kami menyewa bus, lantaran rombongan yang ikut lumayan banyak. Dari data yang terhimpun sekitar 37 orang peserta. Sebagian besar dari mereka adalah keluarga besar kami. Meski demikian, rombongan yang ikut ke Semarang, tidak semuanya ikut dalam bus. Ada dua keluarga yang menggunakan mobil pribadi. Kebetulan sekali mereka mempunyai sanak keluarga yang berdomisili disana, sehingga mereka lebih leluasa apabila hendak melancong kemana-mana. Sedangkan alasan kami mencarter bus semata-mata untuk efisiensi. Dengan menyewa bus, kami tidak perlu lagi dipusingkan dengan biaya BBM, Tol, hingga biaya "remeh temeh" lainnya. Sekaligus juga tidak perlu pusing dengan biaya yang mungkin ditimbulkan akibat kerusakan dari perjalanan jauh, seperti kerusakan kendaraan dan lain sebagainya. Dengan menggunakan bus, kami sekeluarga bisa lebih rileks. Semangat kekeluargaan diantara sanak saudara pun menjadi lebih terbangun, serta terjalin suatu kekompakan, karena berada dalam satu bus.

Kami berangkat ke Semarang tanggal 21 Des 2007, satu hari lebih awal dari jadwal hajatan. Sesuai kesepakatan dengan keluarga besar, di sepakati kami berkumpul di rumah Ortu saya di Pondok Kelapa. Pertimbangannya rumah Ortu saya cukup mudah untuk di jangkau. Jalan akses nya juga cukup memungkinkan untuk parkir sebuah bus. Bus yang akan membawa kami ke Semarang telah tiba di rumah orang tua saya satu jam lebih awal dari jadwal keberangkatan kami. Sanak keluarga yang tiba lebih dahulu, dipersilahkan untuk mencari tempat duduk.

Saya beserta istri memilih kursi di urutan ke dua dari depan, sehingga pemandangan diluar nampak dengan jelas. Setelah kursi bus terisi penuh, serta seluruh rombongan dinyatakan lengkap, tepat Jam 7.00 WIB kami mulai berangkat ke Semarang.

Cuaca pada pagi itu cukup kondusif. Meski sehari sebelumnya sempat turun hujan lebat dari siang hingga malam hari. Beruntung tidak sampai terjadi banjir. Biasanya apabila curah tinggi, sebagian ruas jalan di Ibukota pada umumnya tergenang banjir. Kalau sudah banjir, pasti perjalanan kami menjadi terhambat. Pagi itupun udara segar masih menyelimuti kota Jakarta. Matahari pagi secara perlahan mulai menampakkan sinarnya yang cerah. Keadaan lalu lintas yang biasanya padat masih nampak lengang. Hiruk pikuk kota Jakarta nampak belum begitu terasa. Penduduk Jakarta rupanya masih menikmati masa liburan, setelah sehari sebelumnya libur Idul Adha.

Perjalanan dari Jakarta ke Semarang di perkirakan menempuh waktu ±11 jam. Entah berapa ratus kilometer jarak tempuhnya. Selama di perjalanan, banyak kota yang kami jumpai. Salah satu yang sempat kami singgahi adalah yang berbatasan dengan Cirebon. Namun saya tidak ingat nama kota itu. Kami di sana sempat singgah sejenak untuk menunaikan shalat Jum’at. Kebetulan hari itu adalah hari Jum’at. Tempat yang kami singgahi adalah Masjid Raya yang letaknya persis di pinggir jalan. Lagi-lagi saya lupa nama mesjid itu. Tetapi ketika kami sampai di sana, sudah banyak sekali kendaraan dari luar kota yang parkir di areal Masjid itu. Umumnya mereka datang dari Jakarta. Nampak dari plat nomor seri mobil yang dikendarainya. Sama seperti kami, mereka juga hendak menunaikan shalat Jumat. Sehingga jamaah Masjid pda saat itu cukup membludak hingga keluar teras Masjid.

Selesai shalat Jum’at, perjalanan kami lanjutkan. Dalam perjalanan menuju Semarang, di beberapa kota yang di lintasi sempat turun hujan deras. Laju kendaraan yang tadinya cepat, perlahan-lahan menjadi terhambat. Beruntung hujan yang mengguyur sebagian kota itu tidak sampai memacetkan arus lalu lintas.

Sebelum senja, bus yang membawa kami sudah memasuki kota Semarang. Udara dingin di luar langsung menyambut kedatangan kami. Ternyata, kota itu baru saja di guyur hujan. Setelah sempat berputar-putar mencari lokasi mess yang dituju, sekitar jam 18.45 kami tiba di sana.

Sampai di Semarang

Sesampai di Semarang kami sekeluarga menginap di Mess Depkes. Mess bercat putih itu terdiri dari dua lantai. Jumlah keseluruhan kamar yang terdapat di mess itu mungkin sekitar 50 kamar. Hal itu nampak dari luas bangunannya. Tarifnya per malam juga tidak terlalu mahal. Lumayan murah untuk ukuran kantong kami. Letaknya mess tempat kami menginap, persis di jantung kota Semarang. Tepatnya di daerah Simpang Lima. Rombongan kami menyewa tujuh kamar. Setiap keluarga menempati satu kamar tidur. Fasilitas yang tersedia di mess itu boleh di katakan cukup lumayan. Saya sekeluarga kebetulan mendapatkan kamar dilantai dua. Kamar berukuran lebih kurang 3 x 4 meter dengan berpendingin udara serta lengkap dengan dua set tempat tidur, terasa cukup nyaman. Apalagi setelah menempuh perjalanan jauh.

Untuk sekadar menghilangkan kepenatan setelah menempuh perjalanan jauh, sebelum malam lebih larut saya dan putriku sempat jalan-jalan keluar untuk menghirup udara segar. Sasaran saya adalah warung pinggir jalan yang menjajakan makanan ringan. Setelah sempat menyusuri tenda-tenda pedagang kaki, sampailah pada salah satu warung yang letaknya di pinggiran swalayan Ramayana. Warung itu menyediakan aneka jenis makanan dan minuman ringan. Untuk memulihkan tenaga, segelas 'este-emje' berikut roti bakar serasa pas di tengah udara malam yang sejuk itu. Di tengah keasyikan menyeruput minuman yang hangat, tak terasa waktu telah menunjukan pukul 21.30 malam, saat itu juga saya langsung bergegas kembali ke Mess utk beristirahat.

Keesokan harinya sekitar jam 8.00 kami telah bersiap-siap berangkat ke daerah Gunungpati, tempat acara ijab kabul di langsungkan. Perjalanan dari tempat kami menginap ke daerah Gunungpati lumayan jauh. Lebih kurang hampir 1 jam. Daerah Gunungpati terletak di daerah perbukitan. Persis seperti namanya. Jalan menuju kesana berkelok-kelok serta naik turun. Pemandangan yang kami lalui lumayan indah. Rombongan yang membawa kami terdiri dari 7 mobil. Kendaraan yang digunakan sebagian besar adalah kendaraan pribadi. Hanya rombongan kami dari Jakarta yang menggunakan bus.

Kendaraan kami berjalan beriringan, membentuk sebuah konvoi. Sebagian besar rombongan yang memakai kendaraan pribadi adalah tetangga dekat tanteku yang tinggal di Semarang Sekitar jam 9.30 rombongan kami tiba di lokasi. Setelah menunggu beberapa saat, kemudian rombongan kami baru di persilahkan memasuki tempat acara. Rombongan mempelai pria berjalan membentuk barisan lengkap dengan membawa barang seserahannya. Satu hal yang unik dari barang seserahan yang dibawa adalah sepasang roti buaya. Dalam adat betawi buaya di lambangkan memiliki kesetiaan terhadap pasangannya, entah itu mitos atau benar. Kebetulan keluarga mempelai pria berdarah Betawi, sehingga serasa kurang 'afdhol' apabila roti buaya itu tidak di sertakan.

Seperti pada umumnya acara pernikahan dimulai dengan penyambutan dari wakil kedua mempelai. Kemudian di lanjutkan dengan ijab kabul sebagai acara puncaknya. Acara kemudian diakhiri dengan sungkeman, yang di lakukan oleh kedua mempelai kepada kedua orang tua mereka. Usai acara itu, tamu yang hadir di persilahkan untuk memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai.

Acara resepsi pernikahan mereka di selenggarakan malam harinya. Lokasi resepsi sengaja dipilih ditengah kota, agar mudah dijangkau oleh tamu undangan. Hanya 15 menit waktu yang di butuhkan untuk sampai ke lokasi dari tempat kami menginap. Setelah acara tersebut usai, rombongan kami kemudian kembali ke Mess sekitar pukul 21.00 BBWI.

Keesokan harinya rombongan kami telah bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Sesuai yang telah di jadualkan, rombongan kami berangkat sekitar jam 6.00 BBWI. Sejak dini hari saya telah bangun untuk mengemas barang-barang bawaanku serta mempersiapkan diri dan putra-putriku. Lebih kurang sebelum waktu menunjukkan pukul 7 pagi, rombongan kami telah siap berangkat menuju Jakarta.

Tidak seperti awal berangkat, ketika pulang, kami lewat jalur selatan. Maksudnya agar sempat mampir ke objek wisata Borobudur. Namun entah kenapa rencana itu mendadak di batalkan oleh panitia. Sehingga rencana kami untuk berfoto ria di objek wisata Borobudur seketika pupus. Dikarenakan melalui jalur selatan jarak tempuhnya cukup jauh dibanding lewat jalur utara, maka kami baru sampai di Jakarta sekitar jam 9 malam.

Meski letih setelah menempuh perjalanan jauh, namun kami sekeluarga merasa cukup senang. Kendati liburan yang sempat kami lewatkan terbilang singkat. Namun kunjungan kami ke Semarang sedikit banyak telah meninggalkan kenangan tersendiri, ditengah kesibukan dan rutinitas keseharian bekerja. Liburan akhir tahun bisa menjadi penyegar untuk mengawali hari yang lebih baik di tahun depan.

Happy New Year 2008.

baca lanjutannya...>>

Thursday, December 13, 2007

Sepenggal kisah di tahun 2007



Hidup senantiasa terus bergulir seiring perjalanan waktu. Banyak kisah kehidupan yang telah kita lalui sepanjang tahun 2007. Namun dari sekian banyak kisah kehidupan, ada hal-hal yang menarik perhatian. Sehingga tidak ada salahnya dari kisah itu, kita dapat saling berbagi pengalaman. Terlebih kisah yang dapat membangkitkan pencerahan dalam berpikir.

Kisah yang aku suguhkan, bertutur tentang pengalaman menarik pada masa-masa yang pernah aku lalui dengan keluargaku di tahun 2007. Di tahun tersebut banyak peristiwa yang kami alami, baik suka maupun duka. Dari kisah-kisah tersebut aku coba untuk menuliskannya sebagian. Tujuanku mempublikasikannya adalah hanya sekedar untuk sharing, sehingga dapat berbagi cerita dan pengalaman dengan anda. Dengan mencoba menorehkannya dalam bentuk tulisan, paling tidak dapat menjadi penawar kegelisahanku terhadap hal-hal yang mengusik benakku.

Memiliki keturunan, merupakan dambaan setiap insan manusia yang telah berumah tangga. Kelahiran seorang anak senantiasa dinantikan kehadirannya oleh kedua orangtuanya. Salah satu karunia terindah yang diberikan Tuhan kepada hambanya yang telah berumahtangga adalah, dianugerahinya seorang anak sebagai penerus keturunan dari kedua orangtuanya.

Diawal tahun 2007 ada kabar yang menggembirakan untuk kami sekeluarga. Istriku yang telah genap mengandung 9 bulan telah melahirkan sang buah hati yang kedua dengan selamat pada tanggal 16 Januari 2007. Proses kelahiran berjalan lancar. Meski sempat diprediksi oleh dokter bahwa istriku akan melahirkan Cesar ternyata berkat kekuasaan Allah SWT, berhasil melahirkan sang buah hati dengan normal. Bayi laki-laki itu lahir dengan berat 3,8 kg dan tinggi 1,5 cm. Tak dapat dipungkiri bahwa ternyata pada tanggal yang sama secara kebetulan bertepatan juga dengan ulang tahun putri pertamaku yang ke 3 tahun. Putri pertamaku yang masih balita itu kami beri nama Alya Alifia Tampubolon sedangkan adiknya kami namakan Alfitra Azhar Tampubolon. Senang rasanya kami sekeluarga memiliki kedua anak yang lucu-lucu, apalagi sepasang. Dengan hadirnya mereka, maka semakin lengkaplah kebahagiaan kami sebagai orangtua.

Berbeda dengan anak perempuan, dalam kultur Batak kelahiran anak laki-laki senantiasa dinantikan. Karena anak laki-laki dianggap dapat meneruskan marga dari bapaknya yang Tampubolon. Sedang anak perempuan meski dibelakang namanya tertera marga, namun apabila telah menikah, keturunannya tidak dapat menggunakan marga ibunya, dikarenakan kultur batak menarik garis keturunan dari laki-laki. Walau demikian, dalam hal kasih sayang kami sebagai orangtua tidak membeda-bedakannya kepada mereka. Dan sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia tsb, maka setiap tanggal 16 Januari kami rayakan sebagai hari ulang tahun kelahiran mereka berdua.

Beberapa bulan setelah kelahiran putraku, sekitar pertengahan tahun 2007 kami sekeluarga sempat merasakan tinggal di rumah kontrakan. Kontrakkan yang kami huni terletak di daerah Duren Sawit, tidak begitu jauh dari rumah orangtuaku di Pondok Kelapa Indah, Jakarta Timur. Sengaja kami pilih daerah yang dekat, dengan alasan apabila ada keperluan yang mendesak, kami dapat segera meluncur ke tempat orangtuaku. Begitu pula sebaliknya, seringkali orangtuaku yang gantian mengunjungi kami. Maklum saja karena keadaan ekonomi kami saat itu yang tidak memungkinkan, sehingga kami belum dapat menyewa pembantu atau baby sitter untuk membantu menjaga buah hatiku. Apalagi kedua buah hati kami masih balita. Akan terasa berat apabila dalam kesehariannya harus menjaga mereka hanya dilakukan oleh istriku. Agar tidak terlalu melelahkan istriku, maka ketika aku berangkat kerja, ibuku menyempatkan diri berkunjung ke tempat kami kala siang hari hingga menjelang sore. Kadang ketika ibuku akan pulang, putriku minta ikut, sehingga terpaksa ibuku membawanya juga. Menjelang malam biasanya putriku diantar pulang oleh mereka ke rumah kontrakkan kami. Tetapi tidak jarang pula, aku yang menjemput putriku setelah aku pulang dari kantor.

Kendati hanya bertahan kurang lebih 3 bulan mengontrak rumah, namun paling tidak kami sudah dapat merasakan pahit getirnya tinggal dikontrakkan. Suka duka senantiasa datang silih berganti menghiasi kehidupan kami. Ketika krisis financial menghampiri, menu utama hanya mie instan adalah merupakan salah satu dari sekian banyak lika-liku duka lara yang pernah kami lalui. Meskipun demikian kami berusaha untuk menikmatinya. Bersyukur, bersabar dan tawakal kepada Tuhan adalah kata kunci yang dapat membuat kami tetap tegar menghadapinya. Inilah romantika kehidupan yang harus kami jalani seraya terbersit dalam benakku. Dari hal tersebut kami coba ambil hikmahnya bahwa inilah realita kehidupan, ditengah hedonisme yang materialistik.

Diakhir bulan ke 3, kami putuskan untuk kembali ke rumah orang tuaku. Tentunya dengan berbagai macam alasan dan pertimbangan. Diantaranya adalah bahwa air tanah yang menjadi kebutuhan vital sehari-hari ternyata kurang baik untuk kesehatan. Kandungan zat besi dalam air tersebut sangat tinggi. Hal tersebut dapat terlihat dari tingkat kemurniannya. Apabila diperhatikan, warna maupun baunya dapat terlihat dan tercium berbeda dengan air yang sehat. Dalam pandangan awam, air yang sehat adalah air yang bening dan tidak berbau. Namun apabila keadaan sebaliknya, maka dapat dipastikan air tersebut tidak sehat. Oleh sebab itulah kami beranggapan bahwa air tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Agar terhindar dari berbagai jenis penyakit yang diakibatkan oleh air yang tidak hygienes tersebut, maka sedini mungkin kami putuskan untuk pindah. Dengan harapan kami dapat menemukan kembali kontrakan yang layak dikemudian hari, baik ditinjau dari segi sarana maupun prasarana vital yang dibutuhkan.

Menyongsong tahun 2008, sudah barang tentu tantangan kehidupan yang dihadapi akan semakin kompleks. Kebutuhan pokok akan merangkak naik seiring meningkatnya biaya transportasi. Seperti dilansir media massa bahwa per Januari 2008 pemakaian BBM jenis premium untuk wilayah Jabodetabek akan dialihkan ke Pertamax. Dengan dalih pemerintah akan mengurangi subsidi BBM. Tetapi apakah hal itu tidak akan berdampak pada sosial ekonomi masyarakat, terutama untuk kaum marjinal ?. Ditengah krisis multidimensi yang tengah kita hadapi ini, tentunya ekspektasi kita untuk para pemimpin negeri ini dapat berlaku adil khususnya pada lapisan grass root. Sehingga kaum terpinggirkan dapat juga merasakan kue pembangunan yang katanya nikmat itu.

Ehh…..kok jadi ngelantur ngomongin politik sich…..nggak apa-apa ya..nyinggung politik sedikit. Oke !!!…yang penting ditahun 2008 harus ada semangat baru, dan harus tetap optimis menghadapi segala kendala yang ada. Namanya juga hidup…..hidup itu adalah perjuangan. Barang siapa yang tidak berani berjuang maka jangan hidup. Untuk itu tetaplah berjuang, pantang menyerah dan….tetap semangat…!!!!, agar dapat survive ditahun mendatang.

baca lanjutannya...>>